Minggu, 23 November 2014

Tetap Menulis Meski Anak Sakit Campak

Buku keduaku

                Rasanya sujud syukur mendengar kabar buku keduaku terbit. Saat itu Juni 2014 saya menerima bukti terbitnya. Bukunya sih sudah terbit sejak Mei 2014. Sangat berterima kasih kepada Allah karena kemudahan diberikan-Nya kepadaku dalam menyelesaikan naskahnya 10 November 2013-9 Januari 2014.

                Yah, ingat betul. Saat itu kedua anakku terserang campak bergantian namun dalam jeda waktu yang tidak lama. Qowiyy kena campak duluan. Awalnya demam dan keluar bintik-bintik merah. Eh, juga ada batuknya lho! Langsung deh ke dokter. Kata dokter itu campak Jerman yang dalam waktu 3 hari juga akan sembuh. Batinku, paling nggak hanya 3 hari saja mungkin menulis naskah buku keduaku agak tertanggu, tak sesuai target. Tapi aku tetap menulis meski sedikit. Apalagi ketika harus menginap di rumah teman karena tak ingin adiknya Qowiyy ketularan, malam malah tak bisa menulis. Pagi harinya, demi melindungi Nasywah dan saya bisa mengejar ketertinggalan menulis, anak keduaku terpaksa dititip di RumahPelangi Daycare. Namun, sama saja. Menulis hari itu sambil merawat Qowiyy yang akhirnya ingusan juga tak sesuai dengan yang kuharapkan. Tak apalah, yang penting masih bisa menulis. Untung, kalau malam Qowiyy mau bersama ayahnya. Malam selanjutnya, aku sungkan menginap di rumah teman lagi. Nasywah dan aku tidur di ruang tamu. Qowiyy dan ayahnya di kamar tidur. Maklum, saat itu masih tinggal di kontrakan kecil. Pasrah.

                Qowiyy sudah membaik setelah 10 hari sakit campak. Selama 10 hari itu tak ada tanda-tanda adiknya ketularan. Ealah, ternyata aku salah. Di hari berikutnya gantian Nasywah yang kena campak. Malah lebih parah. Saat itu Nasywah masih berusia 16 bulan. Masih menyusui. Campak datang menyerang, lengketnya bukan kepalang. Tak mau lepas ASI sama sekali. Bahkan tak mau sama ayahnya juga. Kalau kutinggal sebentar nangisnya luar biasa. Alhasil, menulis jadi tersendat. Saat itu juga barengan menulis buku antalagi. Sampai-sampai saya hampir nyerah karena revisi terus. Sedang naskah buku keduaku ada permintaan tambahan banyaknya halaman dari penerbit dari 120 halaman menjadi 170 halaman. Menengok yang sudah kukerjakan baru 70 halaman. Nasywah campak juga 10 hari.

                Bagaimanapun target harus tetap diusahakan tercapai tepat waktu. Dari sisa hari sebanyak 20 hari aku harus menyelesaikan 100 halaman lagi. Berarti sehari menulis 5 halaman. Bukan hal yang mudah di tengah anak sedang sakit. Sambil duduk menyusui mengetik dengan satu jari. Sambil tiduran dan menyusui, juga mengetik dengan satu hari. Capek? Sangat! Malam hampir begadang. Untungnya suami rela menggantikan peran memasak tiap pagi karena si kecil juga masih nempel saja.


                Syukurlah, naskah buku keduaku berhasil selesai juga. Dan buku ini hadir untuk meramaikan khasanah perbukuan Indonesia. Bisa didapatkan online atau di toko buku Gramedia..

Kartu Bergambar untuk Kecerdasan Linguistik Anak Usia 4-6 Tahun

                Senang ya jika anak TK yang masih imut-imut itu fasih dan lancar berbicara? Diajak ngomong juga cepat tanggap dalam takaran usianya. Kosakatanya pun banyak. Bahkan sampai-sampai orang tua dan gurunya pun tak mengerti darimana anak mengenal kosakata itu. Yah, saking cepatnya otak anak menyerap dan merekam apa yang didengarnya. Namun, ada juga lho, anak yang pendiam dan cenderung tak mau ngomong. Bukan karena malu, tapi karena anak bingung mau bicara apa. Apa yang diinginkannya hanya tersalurkan dengan isyarat tubuh saja. Bicaranya sepatah-dua patah kata saja.

                Nah, permainan ini bisa benget lho untuk menstimulus kecerdasan linguistic anak usia 4-6 tahun. Sebenarnya cara ini sudah saya praktikkan lama ketika sulung saya berusia 2,5 tahun. Ketika usianya sekarang mendekati 5 tahun saya mendapati dia sangat asyik dengan permainan ini. Adiknya pun yang usia 2 tahun 3 bulan ketularan. Permainan apa sih?

                Sebelumnya siapkan kartu bergambar seperti gambar berikut ini! Banyaknya terserah saja, meliputi benda yang sekiranya sudah dikenal anak. Kartu bergambar ini bisa Anda buat sendiri atau memanfaatkan kartu yang biasa dijual di toko buku atau tempat lainnya.

Kartu bergambar buatan saya
               
                Jika sudah, kocok kartu bergambar tersebut. Minta anak untuk mengambil 1 buah dalam keadaan tetap tertutup (tertelungkup). Minta anak untuk membalik posisi kartu sehingga tampak gambarnya. Anak menebak gambar apakah itu? Misal, gambar pensil. Selanjutnya, anak diminta berbicara tentang fakta pensil sebanyak minimal 3 fakta (yang saya lakukan seperti ini ya, banyaknya berapa terserah saja sih!). Anak akan berbicara. Awalnya susah bagi mereka mengingat selama ini sejak usia 2 tahun anak hanya cenderung ditanya,”Ini gambar apa?” Habis itu, selesai! Atau bisa 3 fakta tapi senada. Misal, pensil untuk menulis, pensil untuk menggambar, pensil untuk coret-coret. Biarkan saja! Selanjutnya, pancing anak dengan kata kunci ,misalkan “bentuk”. Keluar deh fakta lain pensil lainnya. Bentuknya panjang, warna hitam, keras, dsb. Ketika berhasil menyebutkan minimal 3 fakta, kartu tersebut menjadi miliknya. Jika tidak, kartu menjadi milik Anda. Anak akan menjadi pemenang jika dia berhasil mengumpulkan kartu lebih banyak dari Anda.

                Semakin diasah dan dimainkan tiap hari, anak akan terbiasa mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya sehingga kecerdasan linguistiknya terstimulus. Menjumpai benda lainnya, anak akan berbicara banyak. Tak sekedar menyebut nama benda. Semakin anak detail menyebutkan fakta, semakin bagus. Dan, kemampuan ini akan berdampak bagus bagi tumbuh kembang anak. Anak jadi peka mana yang janggal dan mana yang kurang. Anak lebih teliti.

                Ketika didapatinya gambar ayam berkaki 4, anak bisa protes dengan cepat. Bahkan ketika ada benda lain selain buku di rak buku, anak pun bisa mengetahuinya.

      “Ayah, kok tiket kereta api ada di sini sih?”
      “Ih bukan, ini bis yang kayak di Jakarta itu!”
      “Kok teh rasanya manisnya gini? Sama bunda dikasih madu ya?”


      Nah lho! Jadi kritis, kan? Anak cerdas linguistik dengan permainan kartu bergambar.

Jumat, 21 November 2014

Agar Tak Meradang Disengat Kelabang


                Sepekan lebih yang lalu jari tangan kiri saya disengat kelabang ketika tidur malam. Nggak tahu dari mana datangnya, yang terasa langsung adalah sengatannya. Dan, nyeri langsung merambah ke seluruh tangan kiri, mulai dari pundak sampai jari-jari. Sontak, saya kaget dan memanggil suami untuk mengusirnya. Untung bukan anak-anak yang disengat. Nggak kebayang jika sengatan itu menyerang mereka.

                Langsung deh suami mencari informasi tentang pertolongan pertama jika disengat kelabang. Saya beranjak berdiri menuju freezer almari es. Saya sentuhkan jari di langit-langit freezer. Dingin! Dan dingin ini memang berfungsi untuk meredakan nyeri dan mencegah peradangan. Agar bekas sengatan kelabang tidak membengkak besar.

                Saya lihat jari yang tersengat memang langsung berwarna merah. Bengkak tidak seberapa. Bekas sengatan juga tak tampak besar. Namun nyerinya membuat saya memejamkan mata. Apalagi ketika jari disentuhkan di langit-langit freezer, berusaha keras saya menahannya. Ya, itu efek pertamanya. Namun, lama-lama membuka almari es tak ada baiknya. Lelah berdiri, almari es juga akan cepat rusak. Suami pun membuat es batu berharap besok pagi bisa dipakai mengompres jari saya.

            Saya kembali ke kamar. Saya minta suami pijitin dan olesi minyak di jari-jari sekitar jari yang tersengat kelabang. Bukan jari yang tersengat kelabang, ya. Biar tak kaku saja dan mengurangi nyeri. Tapi tetap saja mata tak bisa merem. Nyerinya tak bisa diajak kompromi. Sesekali kembali ke almari es melakukan hal seperti sebelumnya. Merebahkan tubuh lagi, tak bisa terpejam lagi.

                Pagi harinya, barulah mengompres dengan es batu yang dibuat dini hari. Sambil tiduran di kasur sambil mengompres. Dengan posisi yang pas mata mencoba untuk istirahat beberapa menit. Syukurlah sampai siang nyeri berkurang, meski jari masih merah dan bengkak sedikit. Jari yang tersengat kelabang juga masih kaku. Terus saja digerak-gerakkan sebisanya agar lentur kembali.

                Paling tidak siang itu saya bisa beraktivitas meski nyetir motor tidak bisa. Nyeri masih terasa di seluruh tangan meski berkurang. Karena sudah merasa bisa tidur, saya tidak mengompresnya lagi. Saya biarkan saja. Syukurlah, nyeri disengat kelabang berkurang banyak dalam 2 hari. Hanya masih di jarinya saja yang sampai sekarang kalau ditekan kulitnya masih sakit. Penampakannya masih merah juga.

              Ehm, kelabangnya sih kemarin nggak besar-besar amat. Menurut referensi yang saya baca, semakin besar kelabang, ketika menyengat maka semakin banyak racun yang keluar. Nyerinya semakin dahsyat lagi. Hi, jadi ngeri. Perlu waspada musim hujan begini. Kelabang suka keluar dan jalan-jalan. Suka di tempat lembab, di lipatan kain, dsb. Perlu cek kasur tiap hari. Saya masih untung yang disengat jari tangan, bukan telinga atau hidung. Nggak kebayang jika yang disengat anggota tubuh vital.

           Cukup kompres air dingin/es batu saja sudah cukup kok meredakan nyeri dan mencegah peradangan. Kecuali bagi yang alergi sengatan, kata teman yang dokter memang harus konsumsi obat anti nyeri. Apalagi jika nyerinya sampai tak bisa menahan merasakannya.


                Yuk, cek seisi rumah kita setiap hari! Musim hujan sudah mewarnai, pastikan lubang-lubang di rumah sehingga kehadiran kelabang bisa diantisipasi!

Mengajar Lintas Negara untuk IRT Sejahtera


                      Wah, BBM lagi naik ya? Meski naiknya hanya dua ribu rupiah, namun efeknya sangat terasa bagi keluarga tentunya. Seolah, kata “sejatera” kian bersembunyi saja. Tapi, semua keluarga pasti ingin sejahtera, dong? Makanya, ibu rumah tangga (IRT) pun makin memberanikan diri untuk berbisnis. Ups, meski sebagian dari mereka juga berharap bisa aktualisasi diri. Bisnis online menjadi pilihan mereka tanpa harus meninggalkan rumah dan mengabaikan si buah hati.

                Tentunya, berbisnis online sangat membutuhkan kepiawaian agar bisa laris manis dan dilirik banyak orang. Biar nggak tekor alias gulung tikar. IRT yang menekuni bisnis online harus senantiasa up grade diri.

             Muri Handayani mengerti kebutuhan ini. Pengalamannya berbisnis sebanyak 7 kali ingin ditularkannya kepada para IRT supaya bisnis online mereka tak stagnan diam di tempat saja. Membuka Sekolah Bisnis Online (SBO) adalah solusinya. Hani, begitu perempuan asal Bandung ini disapa, siap mengajar dan berbagi pengalaman. IRT harus melek teknologi, berinovasi di depan leppi. Hasilnya, SBO sampai detik ini sudah mempunyai 600 lebih alumni. Bahkan sekarang masih ada 150 orang yang menjadi pesertanya sedang menjalani proses belajar. Tercatat, SBO dengan Hani sebagai pengajarnya langsung sudah merambah mancanegara. Diantaranya Amerika Serikat, Singapura, Australia, Oman, Swedia, Hongkong, Jerman, Jeddah, Abu Dhabi, Filipina, dan Kairo.

                IRT mapan finansial bukanlah angan-angan semata. Belajar di SBO akan mendapatkan materi yang cespleng dan mudah diterapkan IRT sehari-harinya. Tentu saja tetap bergantung kemauan dan komitmen IRT untuk melakukannya. Apa saja sih materinya? IRT diajak untuk tak gagap teknologi, tentunya. Ada materi bagaimana memaksimalkan media sosial, membangun branding, strategi pemasaran yang handal, jurus kekuatan langit dan bumi, menetapkan harga, dan juga bagaimana foto produk yang bagus.

                Dan, tara! Alumni SBO membuktikan bahwa sukses berbisnis online hadir di depan mata. Ada yang omzetnya naik, followernya meningkat. Apa yang didapatkan di SBO bisa menjadi tabungan ilmu yang bisa dipraktikkan kapan saja. SBO sendiri pun setiap bulannya membuka pendaftaran lho! Cukup merogoh dompet 300 ribu saja untuk banyak materi tadi. Yang tak bisa bayar cash bisa nyicil juga. Masa belajar 2 kali dalam sepekan yaitu hari Senin dan Rabu. Selebihnya bisa berdiskusi dengan Hani. Owner bisnis hijab RaZha ini pun akan melayani dengan senang hati.

                SBO bisa menjadi solusi IRT melejitkan bisnis online mereka. Buruan daftar ke sini nih! Jangan sampai kehabisan kursi!


Rabu, 12 November 2014

Inti Tafsir QS An-naba


                Membaca tafsir memang perlu penghayatan agar bisa merasuk dalam hati dan membekas tajam. Sehingga karenanya, hidup jadi lebih berhati-hati dan senantiasa lurus niat karena-Nya. Kalau tuliskan semua tafsirnya pasti akan panjang, jadi saya ringkaskan saja ya. Mau lengkap, baca deh tafsirnya Ibnu Katsir. Cukup mudah dicerna!

                Surat An-naba adalah surat awal juz 30, terdiri atas 40 ayat. Di tafsir Ibnu Katsir dibagi menjadi 4 bagian membahas tafsirnya. Bagian 1 meliputi 16 ayat pertama. Bercerita tentang apa? Mengenai apa itu hari kiamat. Ya, sebuah hari yang pasti datang dan tidak diketahui kapan terjadinya. Orang-orang musyrik juga menanyakannya. Mengenai hari kiamat ini, banyak orang memperselisihkannya. Ada yang percaya dan ada yang tidak. Bagi yang tidak mempercayainya, Allah memberikan ancaman yang sangat keras, bahwa hari itu pasti akan dilihatnya. Tentu saja, Allah juga menunjukkan kebesaran-Nya agar manusia tetap beriman kepada-Nya. Bumi sebagai hamparan, gunung sebagai pasak, manusia berpasang-pasangan, tidur sebagai istirahat, malam sebagai penutup, dan siang sebagai waktu untuk bekerja. Allah pun membangun tujuh langit dengan keluasannya disertai matahari yang terang benderang. Tak luput pula, Allah lah yang menurunkan hujan dari awan sehingga airnya tercurah sangat banyak. Air hujan inilah yang menjadika tumbuhan, bijian, dan kebun menjadi lebat.

                Bagian kedua tafsir surat ini meliputi 14 ayat selanjutnya. Hari kiamat sudah ditetapkan Allah kapan akan terjadi. Tidak bisa dimajukan dan dimundurkan. Ketika sangsangkala ditiup, manusia akan berkumpul sesuai dengan kelompoknya. Sebagian ada yang menafsirkan bahwa manusia akan datang berkelompok bersama Rasulnya. Setelah itu Allah membukakan pintu langit dimana biasanya malaikat turun. Orang-orang yang mengingkari Allah dan Rasul-Nya telah disediakan baginya ruang pengintai di neraka sehingga menjadi tempat menetap abadi mereka. Ruang pengintai ini ada yang menafsirkan sebagai ruangan yang dijadikan tempat penyeberangan. Bahwa sebelum masuk surga manusia akan menyeberangi neraka terlebih dahulu. Orang yang ingkar Allah dan Rasul-Nya ini berada dalam nerakan berabad-abad lamanya alias masa yang tiada terputus. Tahukah bahwa neraka tidak ada kesejukan dan tak ada minuman, kecuali air mendidih dan nanah. Yang demikian ini memang merupakan balasan yang setimpal bagi mereka yang ingkar. Mereka tidak meyakini bahwa ada hari pembalasan setelah hidup mereka di dunia. Tak ada ketakutan dalam diri mereka terhadap hisab Allah. Terus saja mereka mendustakan ayat Allah dan mereka tak sadar kalau Allah mencatatnya. Hanya adzab yang akan ditambahkan Allah atas perbuatan mereka.

                Bagian ketiga tafsir surat ini meliputi 6 ayat. Bercerita tentang kebalikannya. Bahwa orang bertaqwa akan memperoleh kemenangan dalam keadaan suci. Mereka selamat dari neraka dan ada kebun serta buah anggur untuk mereka. Tak lupa Allah menyediakan bidadari yang gadis dan montok serta air yang jernih dan penuh. Di dalam surga, mereka balasan dan pemberian nikmat dari Allah secara memadai lagi banyak.

                Dan bagian terakhir tafsir surat Annaba mencakup 4 ayat. Isinya tentang apa? Tak lain tentang Allah yang menjadi pemilik bumi dan langit dan apa-apa yang ada di antaranya. Tak ada yang bisa berbicara dengan-Nya kecuali atas izin-Nya. Semua anak cucu Adam dan malaikat pada hari ini berdiri bershaf-shaf terkunci mulutnya. Kecuali yang mendapat izin-Nya, yaitu Rasul yang benar kata-katanya. Hari kiamat pasti terjadi. Siapa yang ingin bertemu Allah, maka dia akan berada dalam petunjuk-Nya. Sedangkan yang tidak, Allah sudah memperingatkannya bahwa ketika hari keputusan akan ditunjukkan semua amal yang mereka lakukan. Hingga akhirnya mereka pun meminta agar menjadi hewan saja yang ketika selesai pemberian keputusan dijadikan sebagai tanah kembali.


                Ehm, merinding baca tafsir aslinya. Moga senantiasa terjaga iman kepada Allah dan Rasul-Nya.

Selasa, 11 November 2014

Potret Ayah Ideal Bagi Anak


                Mencapai derajat ideal adakalanya memang susah untuk dicapai. Namun, bukan berarti lantas tidak diusahakan. Bagaimanapun, anak sangat membutuhkan figur ayah hingga mampu memberikan bekas ingatan yang baik dalam dirinya. Seperti apakah ayah ideal harapan anak? Paling tidak ini yang berhasil saya rekam dari banyak peristiwa dan tulisan yang saya baca.

           Ayah ASI. Maksudnya, seorang ayah yang sangat mendukung anaknya yang masih bayi mendapatkan makanan terbaik, yaitu ASI. Dengan cara apa? Kalau saya sih ingat sekali ketika pindah di Depok yang dibeli pertama kali adalah kulkas. Biar bisa untuk menyimpan ASI perahan.

                Ayah ideal juga berarti siap bermain bersama anak. Anak-anak saya, jika ayahnya pulang kerja saja, hebohnya luar biasa berebut perhatian ayahnya. Sang kakak meminta didongengin, si adik minta digendong dan mengajak jalan-jalan. Atau permintaan lainnya. Setiap hari juga bertanya,”Besok ayah libur?” Dengan harapan ingin bermain bersama ayahnya sepuas mungkin. Syukurlah, suami senantiasa berusaha memenuhi permintaan-permintaan itu.

                Potret ayah ideal bagi anak selanjutnya adalah memiliki hubungan/interaksi yang baik dengan anak. Bahkan ketika dalam kondisi berjauhan, keduanya masih terasa sangat dekat. Direktur saya dulu terbiasa mencium setiap anaknya ketika berangkat sekolah meskipun sudah dewasa. Tak mengapa, karena itu wujud kasih sayang dan interaksi yang positif. Anak-anak saya juga selalu mendapati ayahnya menelepon meskipun sedang bekerja di luar kota. Tetap nyambung, tak ada yang terputus. Anak pasti merindukan sosok ayahnya. Dari ayahnya lah, anak belajar ketegasan, kedisiplinan, dan keberanian.

                Dan, ideal itu jika ada keadilan itu ditegakkan. Ayah sering kali berharap banyak hal kepada anak. Maka anak pun bisa bersikap demikian. Menumbuhkan rasa saling memiliki dan pengertian akan memudahkan keadilan ini bisa ditegakkan. Seorang ayah ingin mendengarkan anaknya berceloteh, bercerita apa saja dari buku yang dibaca anaknya, maka ayah juga harus siap manakala anaknya memintanya mendongeng setiap harinya.

                Ayah ideal juga tak lepas dari perannya mengajak anak mengenal siapa Tuhannya. Dan ini yang justru paling penting. Tugas mendidik anak tak terpaku hanya pada ibu, ayah juga memiliki peran. Anak mengenal Tuhan kunci segala kebaikan. Ketika mendampingi makan anak-anak, ayah bisa mengungkap siapa dibalik adanya makanan. Manakala sedang berjalan-jalan santai dengan anak keliling perumahan, ayah pun bisa menjelaskan darimana tanah berasal. Bahkan ketika melihat burung hinggap di teras rumah, ayah pun bisa berdiskusi dengan anak bagaimana burung itu bisa ada di muka bumi. Lambat laun anak akan mengenal Tuhannya.


                Dan suatu saat Anda akan terhenyak, tiba-tiba anak Anda berucap lembut dan mesra bahwa Anda adalah ayah terbaiknya. Anda, ayah yang tak bisa tergantikan mengisi hidupnya.  

Magang


                Sering dong mendengar kata “magang”? Biasanya identik dengan pegawai baru di sebuah kantor atau perusahaan, sebelum menjalani tugas utamanya ada kegiatan magang yang harus diikuti. Kata “magang” juga sangat erat kaitannya dengan anak setara SMA yang selama beberapa bulan membantu pekerjaan di sebuah kantor atau perusahaan. Wajar kali!

                Ini magang lain dari yang lain. Peserta magangnya anak-anak usia 9 tahunan. Semangat mereka belajar dan berlatih menjalani hidup sangat tinggi. Diantar ibunya ke sebuah warung mie ayam, anak-anak tersebut belajar sekalian praktik bagaimana mencuci mangkuk untuk tempat mie ayam, mengantarkan mie ayam pesanan pembeli yang sudah menunggu, dsb. Asyik sekali. Anak-anak tak merasa keberatan. Tentu banyak cerita yang bisa diungkapkan.

                Ehm, jadi ingat ketika sulung saya juga ikut-ikutan membantu saya membungkus mainan yang telah dibeli orang. Dia bantu membuka lakbannya, menyiapkan amplop besarnya, membawakan kardusnya, dan menggunting lakban yang sisa setelah dipakai membungkus. Dia pun membantu menuliskan alamat pembeli meski tak bisa dibaca pada akhirnya.Tapi beginilah magang.

              Zaman semakin maju dan canggih. Nampak memberikan banyak kemudahan. Namun, jika tergerus zaman yang serba mudah ini, ada kekhawatiran anak tumbuh dengan pribadi manja. Apa-apa minta dengan cepat dan enak. Kemudahan zaman malah menjadikan anak malas. Memang segalanya serba mudah sekarang, namun sejatinya kompetisi hidup semakin berat. Jika anak-anak tak terbiasa tahan banting dan bekerja keras, pada akhirnya juga akan terlindas.

           Magang sejak dini, bagus untuk melatih mental anak bagaimana ke depan tantangan makin besar. Bahwa untuk bertahan hidup perlu upaya yang sungguh-sungguh dan berani untuk melakukannya. Dengan magang di penjual mie ayam, anak jadi mengerti bahwa skill dasar hidup harus dimiliki. Daya juang tak bisa melempem jika ingin terus menatap dunia. Tak zamannya lagi berlega-lega dan bertopang dagu saja. Pencet gadget kesana kemari tanpa tujuan yang jelas pula. Anak-anak harus merasakan bagaimana perjuangan hidup sesungguhnya.


             Magang langsung dalam perjalanan kehidupan akan menguatkan mental anak sejak dini. Magang tak lagi untuk anak SMA atau pegawai baru di perkantoran dan perusahan. Berani terima tantangan anak Anda untuk magang?

Minggu, 09 November 2014

Isi yang Tak Basi


                Beberapa hari lalu ditawari seorang teman buku-buku kepunyaan anaknya yang sudah tidak dibaca lagi di rumah karena sudah terserap semua isinya oleh anaknya. Saya dikabari terlebih dahulu via Whatsapp, barangkali ada buku yang minat saya beli untuk anak-anak.

                Wow, bukunya cukup banyak! Saya pun memilihnya. Memang tak tahu isinya secara detail, namun lihat judulnya saja sudah menarik. Alhasil saya pun memborong 12 buku dengan merogoh dompet senilai 300 ribuan lebih. Untuk buku anak-anak full colour rasanya sudah cukup murah buku second itu. Yang penting isinya.

                Mengapa isinya? Bagi saya pribadi ketika saya tertarik membeli buku, yang terlintas pertama kali bukanlah harga. Namun isi. Ya, isi. Terlebih karena isi buku tak pernah basi. Buku lama pun masih saja menarik untuk dibaca. Makanya, ketika membelikan buku anak-anak, tak mengapa saya membeli buku meski bukan baru, alias second.

                Wah, anak saya senang banget, apalagi ketika tahu ada gambar petugas pemadam kebakaran. Langsung deh ganti judul buku yang mau dibeli. Yang terpenting adalah bagaimana buku menjadi sesuatu yang menarik di hati anak. Lihat anak-anak membuka buku, membacanya, merapikannya dengan baik, sungguh bahagianya. Murah dan second? Tak mengapa. Isinya tak pernah basi, sehingga sepanjang masa layak untuk dinikmati. Ya, asal bukunya tak rusak saja.

                Membeli buku murah dan second juga mengajarkan kepada anak-anak, bahwa untuk memiliki ilmu bisa dengan cara sederhana yang lain dari biasanya. Maklumlah, kalau anak-anak saya sudah di toko buku, apa saja diambil. Ya, boleh-boleh saja, namun tetap penting bahwa ketika membeli buku tak harus baru dan tak harus mahal. Isinya itu lho yang penting. Apalagi isinya tak pernah basi. Kapan saja butuh masih enak dibaca dan dilihat-lihat gambarnya.


                Nah, kalau Anda, bagaimana mengajak anak Anda membeli buku?

Sabtu, 08 November 2014

Kewajiban untuk Kaya


                Apakah kaya itu sebuah keharusan? Iya. Paling tidak ini jawaban saya setelah mendengar beberapa kasus, bahkan mengalaminya sendiri. Kaya adalah keputusan yang tidak bisa ditunda. Namun, tetap ada rambu-rambunya.

                Seorang ibu bercerita bahwa kamar tidurnya yang hanya ada 2 sudah tak bisa layak untuk dijadikan tempat tidur. Anaknya sudah beranjak dewasa dan menuntut agar bisa tidur di kamar sendiri. Tak ingin lagi bersama adiknya. Alhasil, ayah ibunya mengalah harus tidur di luar tanpa kasur empuk pula. Hal yang hampir senada dialami oleh pasangan suami istri beranak 3. Yang sulung sudah kelas 3 SD. Mereka tidur sekamar berlima. Privasi sudah tidak ada lagi, kecuali harus mencuri-mencuri kesempatan.

                Kisah ini lain lagi. Ketika lebaran tiba, seorang ibu yang sudah cukup baya berkata pada anak perempuannya. “Ntar kalau ibu sudah nggak kerja lagi, yang bisa kasih uang siapa ya? Bapak kan sudah nggak kerja juga?” Pertanyaan sang ibu mengagetkan diam anaknya. Ya betul! Siapa yang akan memenuhi kebutuhan bapak dan ibunya nanti? Dulu, ketika belum punya anak, sang anak cukup sering membantu keuangan orang tuanya. Namun,semenjak punya anak dan tidak bekerja lagi, sang anak sungkan jika harus meminta suaminya, meski sebenarnya tak ada penolakan dari suaminya. Tapi rasa enggan itu ada. Maka, sang anak pun berjualan. Sebagian hasilnya meski kecil digunakan untuk membantu orang tuanya.

             Maksudnya, keberadaan rumah cukup luas itu penting. Dan untuk memenuhinya butuh uang. Memuliakan orang tua itu penting. Dan faktanya juga memerlukan uang. Belum kebutuhan lainnya. Maka  wajar jika akhirnya kaya menjadi sebuah kewajiban. Lagi pula, tak ada orang ingin miskin. Sekuat tenaga, setiap orang ingin bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dengan normal dan berkecukupan.

                Kaya. Untuk kaya tetap ada rambu-rambunya. Kreativitas, motivasi, dan usaha adalah utama. Hasil biarkan apa adanya sambil terus dievaluasi. Sudah bekerja namun pas-pasan, berarti memang harus ada tambahan. Atau bagaimana mengembangkan pekerjaan hingga tetap fokus namun bisa menghasilkan lebih.

                Untuk kaya tetap ada rambu-rambunya. Yang pasti haruslah halal apa yang diusahakannya. Jangan lantas karena pikiran terpaku pada uang dan kaya, segala macam cara dilakukan, tanpa peduli halal haramnya. Apalagi kalau sampai melakukan tipu-tipu.Wah, harus dihindari sekali. Wilayah seperti ini mesti ekstra hati-hati.

                Untuk kaya tetap ada rambu-rambunya. Jika memang memaksa seorang perempuan apalagi seorang istri/ibu, pastikan mendapat izin suaminya. Bagaimanapun taat suami meski keadaan susah tetap lebih baik daripada berhasil mendapatkan penghasilan sendiri, namun nihil ridho suami. Selain itu, memastikan bahwa pendidikan dan pengasuhan anak tetap terbaik tak bisa dilupakan begitu saja. Bukan soal seberapa materi dan fasilitas yang bisa diberikan, namun termasuk kasih sayang.

              Kaya., tetap ada petunjuknya. Bersyukur adalah kuncinya. Berapapun yang didapat asal bersyukur dan terus berinovasi dengan halal maka akan ada tambahan nikmat karenanya. Kaya hati ini akan menambah kaya-kaya lainnya.


                Kewajiban untuk kaya? Ya!

Matematika Itu Komplit Lho!


         Anak menangis belajar matematika karena tidak bisa-bisa? Atau anak uring-uringan diminta mengerjakan tugas matematikanya? Wah, pasti ada yang salah nih. Biasanya ini terjadi karena pemahaman anak tentang konsep matematika belum mengendap kuat. Terlebih jika tidak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Anak pasti kabur begitu mendengar matematika.

                Lantas bagaimana matematika bisa asyik diajarkan ke anak? Seorang anak usia 11 tahun awalnya suka tak suka matematika. Ibunya tahu itu, namun tak menyurutkan semangatnya agar anak mencintai matematika. Sang ibu memancing penasaran anaknya, bahwa dalam Al Quran ada matematika. Oh ya? Sang anak kaget, namun karena sang anak sudah hafal 30 juz dan sekarang sedang belajar bahasa arab, maka rasa ingin tahunya jadi muncul seketika. Sang ibu mengajak anak belajar pecahan dan hitungan sederhana dari kejadian ibunya membeli ayam. Berhitunglah mereka ala skema laba rugi seperti orang sedang berbisnis. Tak ketinggalan pula, sang ibu menceritakan kisah Rasulullah yang sudah berdagang. Hasil penjualan es yogurt yang dijual sang anak dihitungnya pula akhirnya. Dan ternyata yang didapat sedikit. Sang ibu berpesan,”Jika ingin berdagang sukses, ya harus rajin promosi!”

                Matematika itu mudah sebenarnya. Komplit lagi. Segala bidang hampir membutuhkan matematika. Bahkan matematika juga mampu menumbuhkan karakter anak. Dari sekelumit kisah tadi tampak bahwa karakter percaya diri dan daya juang meski untuk berbisnis sedang berusaha ditumbuhsuburkan oleh sang ibu. Terkait masalah budaya antri, misalnya. Matematika sangat bisa untuk menumbuhkan karakter ini.

                Suatu ketika sulung saya, Qowiyy, saya ajak ke bank yang kebetulan ada sistem antrian yang bisa bunyi sendiri itu. Ternyata dia hafal. “No antrian, A 005. No antrian A 006, dst.” Saya menjelaskan kalau belum dipanggil tak boleh asal maju ke tellernya. Antri dulu. Saya jelaskan bagaimana nomor antrian bekerja. Ada urutan di sana. Antri berarti urut. Sama kayak hidup. Manusia urut hidupnya, dari lahir, tumbuh menjadi anak kecil, anak yang sebesar ini, anak yang sebesar itu, dewasa, menikah, dst. Ada masa menjalani hidupnya setelah lahir, lantas nanti berakhir dengan kematian.

                Ya, Qowiyy sih tak paham-paham amat, tapi dia ngerti kalau harus antri. Ya lihat dari nomor antrian tadi yang secara tak langsung berbau matematika. Asyik lah! Bahkan “cebok” selepas buang air kecil dan menyiram kamar mandi bekas kencingnya pun Qowiyy suka berhitung berapa kali dia menyiram pakai gayung biar bersih.  Dia mendapati sendiri, jika hanya segayung kamar mandi masih bau. Bukankah Islam juga mengajarkan kebersihan dan bersuci?


           Tak ada yang salah dengan matematika. Semua ilmu ada manfaatnya, jika memang mau mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan saling terkait dengan bidang keilmuwan lainnya. Jadi, mengapa harus dipisah-pisahkan?

Rabu, 05 November 2014

Agar Pengasuh Daycare Awet


                Membangun bisnis daycare itu mudah. Disiapkan kurikulumnya yang pas, modal yang cukup, tempat yang memadai, dan adanya mainan edukatif yang menunjang. Tak lupa, ketersediaan pengasuh juga perlu dipertimbangkan. Mereka adalah jantung daycare. Mereka urat nadi keberlangsungan daycare.

               Kurikulum, modal, tempat, dan failitas mainan atau yang lainnya memang mudah untuk didapatkan. Namun, keberadaan pengasuh yang pas di hati untuk dipekerjakan belum tentu. Pasalnya, sekarang baby sitter atau orang yang sudah punya pengalaman mengasuh anak juga suka sok jual mahal. Padahal kerja juga belum tentu bagus.

                Memang pengalaman bekerja atau latar belakang pendidikan itu penting, bahkan untuk posisi pengasuh sekalipun. Tetapi, yang paling bisa membuat posisi ini tidak berganti-ganti orang adalah potensi pengasuh sendiri yang memang suka dunia anak. Ini harus menjadi syarat pertama ketika akan merekrut pengasuh untuk daycare. Suka di sini termasuk sabar dan sayang. Bisa terlihat dari cara berkomunikasi yang lembut kepada anak. Tidak suka membentak dan lebih banyak memberikan senyum. Hampir 3 tahun berdiri, Rumah Pelangi Daycare yang saya kelola mempunyai seorang pengasuh yang bertahan hingga saat ini sejak dia bekerja pertama kali daycare beroperasi. Memang ada pengasuh lain yang akhirnya mengundurkan diri. Bukan karena tak betah di daycare, namun karena hal lain yang akhirnya harus berhenti bekerja seperti melahirkan dan menikah. Bahkan ada dari mereka sampai berkata,"Kalau anak saya sudah besar dan saya pingin kerja lagi di daycare, boleh, Bu?" Mengapa? Karena kecintaan mereka kepada anak-anak.

                Agar pengasuh awet bekerja di daycare juga perlu ramuan manjur. Semua bisa dilihat ketika interview semenjak awal melamar kerja dan kualitas ibadahnya. Apakah niatnya bekerja? Bagaimana kondisi sholat wajibnya? Minimal itu. Ketika niat bekerja yang terucap adalah uang, maka itu tanda-tanda pengasuh tidak akan awet. Jika niatnya mencari pengalaman dan belajar lebih baik yang paling dominan, itu tanda calon pengasuh yang akan awet. Sah-sah saja sih karena uang. Manusiawi. Namun, pengasuh daycare yang mau belajar dan menjadikan pengalaman sebagai bahan perenungan untuk bekerja lebih baik, itu jauh lebih disukai. Menjaga, mengasuh, dan mendidik anak selama di daycare juga pada dasarnya akan menuntut pengasuh seperti orang tua anak-anak. Dan menjadi orang tua senantiasa butuh belajar,belajar, dan belajar.

                Ketika sudah menemukan pengasuh seperti ini, tugas daycare adalah tidak menyia-nyiakan. Bekali mereka dengan training, magang, seminar, dsb agar mereka berkembang lebih positif. Memberikan wawasan keilmuwan dan ketrampilan hingga makin mahir mendidik anak-anak. Berikan kesempatan mereka untuk berkarya seperti mencipta lagu sendiri, mengusulkan ide kegiatan untuk anak-anak. Apa tujuannya? Agar pengasuh open mind, bisa aktualisasi, dan terasah kreativitasnya.

                Dan yang perlu diingat, pengasuh itu bukan bawahan. Maksudnya adalah tetaplah menjaga komunikasi yang baik antara pemilik daycare dengan pengasuh. Saya, sering kali bercanda dengan pengasuh. Bertukar pikiran, ngobrol berbagai masalah, bahkan bercerita. Hampir tak ada sekat. Menganggap pengasuh sebagai teman justru membuat hubungan menjadi baik. Ketika saya memberlakukan aturan apa saja, pengasuh relatif tak banyak protes. Meski demikian, kata ajaib “terima kasih” wajib dilontarkan pemilik daycare atas dedikasi pengasuh selama ini.


                Kunci utama daycare ada pada pengasuh. Rawat mereka agar awet berada di daycare Anda! 

Minggu, 02 November 2014

Menyiapkan Generasi Muslim yang Kuat


            Menilik judul tulisan ini, ada pertanyaan besar di lubuk hati,”Seperti apakah generasi muslim yang kuat? Sudahkah Islam memilikinya?” Memiliki, ya, Islam memilikinya. Tapi itu dulu. Sekarang, potret generasi Islam kian hari ada saja yang kian mengenaskan. Masih segelintir yang mengindikasikan bahwa mereka adalah generasi kuat.

            Kuat berarti tidak lemah. Dan dengan kekuatan ini, kebaikan dan kebenaran bisa langgeng. Islam sebagai sumberkebenaran mengabadi di bumi. Lihat di Gaza Palestina saat ini. Generasi muslim kuat ada di sana. Betapa Islam tetap hidup di bumi penuh darah syuhada itu. Mengapa? Karena muslim di sana tidak lemah. Bagaimana di negeri kita?

            Anak-anak dewasa sebelum umurnya sudah menjadi berita sehari-hari. Bahkan, tatkala Ramadhan kemarin masih banyak yang lebih menyenangi tempat perbelanjaan dibandingkan masjid. Ketika lebaran menyapa, sajadah pun sudah digulung. Al Quran kembali tertutup. Hanya sedikit yang bertahan.

        Lantas, bagaimana menyiapkan generasi muslim yang kuat? Kuat berarti bukan penakut. Tak selayaknya generasi muslim bagai An Numairi. Sosok penakut dan saking takutnya ada anjing yang menyelinap masuk rumahnya pun hebohnya luar biasa. Dia berteriak memanggil orang sekampung, padahal anjing tak berbuat apa-apa di rumahnya. Kemana-mana ada pedang kayu sebagai senjatanya. Bisa berbuat apa dengan pedang kayu? Rasa takut ini rupanya masih bertengger pula dalam hati muslim saat ini. Betapa takut mati, takut kehilangan harta, bahkan takut menjalani masalah hidup, masih mendominasi. Hanya segelintir orang yang mampu menepis rasa ini.

            Generasi muslim kuat berarti harus berani. Sudah selayaknya kita berani berkata,”Ya, saksikan, kami adalah mukmin!” Beriman dengan tingkat tinggi, karena dengan dengan modal inilah kebaikan dan kebenaran Islam bisa tampak nyata. Lihat, betapa sekarang generasi muslim enggan untuk berani. Bahkan untuk sekedar menutup auratnya pun masih sering berkata bahwa mereka belum mendapatkan hidayah. Kasus artis lepas hijab pun menjadi hal yang biasa terjadi. Keberanian itu tersembunyi. Hanya segelintir orang memiliki rasa ini.

            Menjadi muslim, sungguh, tak cukup hanya baik. Namun juga harus kuat. Muslim yang kuat lebih dicintai Allah dibandingkan muslim yang lemah. Contohnya soal menuntut ilmu. Muslim yang bersekolah banyak, dan itu baik. Namun, seberapa sabar dan teguh mereka menekuni ilmu yang didapatnya hingga benar-benar mumpuni? Belajar tekun hanya menjelang ujian. Jika menuai kegagalan frustasi tingkat tinggi bahkan sampai membunuh diri. Muslim yang bekerja banyak dan itu baik. Namun, seberapa kuat mereka bertahan menggeluti pekerjaannya hingga benar-benar professional? Jika mendapati ketidakcocokan mengundurkan diri. Berganti pekerjaan lagi. Alhasil, generasi muslim hanyalah generasi yang setengah-setengah. Tidak totalitas. Generasi muslim merupakan generasi yang gamang. Alih-alih menjadi penggagas temuan baru, yang ada masih pengekor dan hanya bagai buih di lautan.

            Kuat adalah perisai. Bagaimana Islam akan sempurna dipandang sana sini. Namun, merasa sok kuat juga bukan solusi. Sudah merasa ilmunya dan pengikutnya banyak, lantas berhenti lebih memperkuat diri. Abu Yusuf, murid Abu Hanifah, mentang-mentang sudah memiliki banyak ilmu dan jamaah yang banyak, lupa untuk belajar lagi. Selama beberapa kali, Abu Hanifah tak menjumpainya di majelis ilmu. Abu Yusuf merasa sudah mampu menjadi ulama besar. Maka, sebuah kejadian akhirnya menggugah kesadarannya bahwa yang dilakukannya adalah sebuah kesalahan besar. Bahkan untuk menjawab pertanyaan seorang jamaahnya yang diutus oleh Abu Hanifah, Abu Yusuf tak berkutik. Abu Yusuf kembali menimba ilmu dari sang guru.


            Kuat butuh konsistensi. Untuk menjadi generasi kuat perlu keistiqomahan. Tidak berhenti di satu titik, namun terus melaju mengejar keunggulan dan keutamaan. Sabar dan tekun adalah kunci. Menyiapkan generasi muslim kuat, selain iman, ada kesungguhan untuk bertahan, mempelajari, memperkuat pondasi, dan terus bertumbuh. Tak ada kata “sudah, cukup sampai di sini”. Bukankah muslim yang baik bagai tanaman yang akarnya menghunjam kuat ke tanah dan terus bertumbuh menjulang tinggi?

*Tulisan ini dimuat di Majalah Bina Qolam Surabaya

Diuntungkan Pola Tidur Anak


                Aktivitas yang cukup banyak memang menyita waktu dan tenaga. Lelah? Pastilah. Namun, semuanya butuh siasat agar tidak kewalahan atau keteteran. Mengurus daycare, menulis, homeschooling anak-anak, mengelola toko online, dan menjalani aktivitas lainnya acap kali memang membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Setiap hari terasa waktu berjalan sangat cepat sedang pekerjaan tiada habisnya. Eh, tahu-tahu sudah sore saja! Aduh, yang ini belum kesentuh nih! Maklum, tak ada ART juga di rumah. Setrikaan menumpuk pernah menjadi pemandangannya.

                Syukurlah, paling tidak, saya tidak merasa ngos-ngosan setiap hari. Pasalnya, selain dukungan suami, aktivitas saya sehari-hari berjalan cukup lancar karena kebiasaan baik anak-anak. Apakah itu?

                Ini terkait pola tidur mereka. Kebiasaan mereka tidur pasca isya langsung, ya paling malam pukul 20.00, dan saya pun tertidur mengikuti mereka sungguh nikmat rasanya. Seharian bermain bersama anak-anak dan melakukan hal lainnya, wajar sebelum isya mata saya sudah mengantuk. Kebiasaan anak-anak tidur selepas isya membantu saya bisa cepat istirahat pula. Bangun-bangun, biasanya saya tengah malam. Saya menulis. Dapat 3 artikel atau setara 3-6 halaman rasanya sudah senang. Kira-kira sudah berkutat dengan laptop 3 jam, menulis saya sudahi.

                Anak-anak terbiasa bangun pukul 3.30 atau paling lambat pukul 4.00, sebelum subuh. Selepas subuh, saya dan suami memasak bersama. Anak-anak kadang ikut membantu potong sayur, tempe, atau menghaluskan bumbu. Atau mereka main sendiri. Alhasil sebelum pukul 5.30 sarapan sudah siap disantap. Anak-anak biasa menyerbu langsung. Atau terkadang mereka jalan-jalan keliling perumahan dulu sekitar 15-30 menit lalu pulang, sarapan. Mandi, setelahnya. Suami yang memandikan anak-anak. Saya beres-beres rumah. Biasanya sebelum pukul 7.00 sudah rapi semuanya. Suami tenang berangkat kerja. Saya melanjutkan aktivitas kembali.

                Waktunya homeschooling anak-anak pukul 8.00. Sebelumnya biasanya saya sempatkan untuk menuntaskan target “ODOJ”. Sampai pukul 11.00 kegiatan homeschooling berjalan. Membuat macam-macam prakarya, melatih kreativitas anak. Lalu makan siang, terus bobok deh anak-anak. Ketika anak-anak tidur siang, saya biasanya mengontrol kondisi daycare, membaca buku, menyiapkan peraga homeschooling lagi, menulis, atau jualan online. Lumayan lho! Anak-anak tidur siang bisa 2-3 jam lamanya. Kalau nulis biasanya bisa dapat 2-3 artikel.

                Anak-anak bangun saatnya bermain kembali bersama mereka. Ya, bebas saja sampai waktunya mereka mandi sore. Sering juga anak-anak membantu saya packing pesanan mainan yang dibeli online di toko saya. Lepas mandi sore, anak-anak paling suka main ke tetangga atau baca buku. Jelang magrib mulai deh mereka mengaji. Tak ketinggalan, anak-anak paling suka mendengarkan dongeng buatan ayahnya atau kisah nabi Muhammad menjelang tidur mereka. Kalau suami pulang, saya bebas. Anak-anak tak ingat saya. Saya jualan online lagi atau baca-baca buku.

                Khusus ketika saya harus terpaksa ke daycare atau mengajar di pagi hari atau sore hari, maka kegiatan homeschooling anak diarahkan nimbrung ke kegiatan saya. Anak-anak tahu cara saya berkomunikasi dengan orang lain dan mereka berusaha praktik sebisa mereka.

                Setiap hari, begitulah ritme hidup saya. Bosan? Tidak juga. Justru kerutinan waktu seperti ini bisa membuat saya bisa memenuhi target-target yang sudah saya canangkan. Meski terkadang tidak 100% berhasil, namun menunjukkan hal yang positif.


                Pola tidur anak yang teratur membuat saya bersyukur. Saya makin bisa menata apa yang menjadi tanggung jawab saya. Pun mengatur jadwal kegiatan saya. Syukurlah, sejauh ini lancar-lancar saja. Paling tidak saya tak perlu membujuk anak untuk tidur malam cepat dan tidak kesulitan membangunkan mereka di pagi hari.